Ingatan saya yang paling awal tentang Ka’bah adalah foto berbingkai yang tergantung di rumah kami. Saya dan istri saya, selalu memiliki keinginan untuk mengunjungi Masjidil Haram.
Hingga akhirnya, kami berhasil memesan dua tiket untuk berangkat bersama. Ini adalah mimpi yang akan menjadi kenyataan. Ketika visa kami akhirnya tiba, kami selangkah lebih dekat. Saya berkata pada diri saya sendiri: Saya tidak akan percaya itu akan terjadi.
Namun ternyata, perjalanan umrah tidak semudah yang kami berdua rencanakan Perjalanan kami untuk sampai ke Kota Suci Mekah penuh kendala dan masalah yang tak terduga. Awalnya istri saya dan saya berniat untuk pergi umrah ketika kami pertama kali menikah pada tahun 2013.
Sayangnya, seperti banyak pasangan muda lainnya. Kami tidak memiliki kemampuan finansial untuk melakukan perjalanan tersebut. Kami masih sarjana dan kami berdua menganggur. Kami juga tinggal di dua negara yang berbeda. Istri saya tinggal di Maulvibazar, Bangladesh dan saya tinggal di Troy, New York.
Rasanya tidak mungkin untuk melaksanakan ibadah umrah saat itu. Jadi kami mulai menabung untuk perjalanan kami, dan berdoa dengan tulus agar niat kami diterima Allah SWT.
Pada tahun 2015 akhirnya kami pindah dan tinggal bersama di New York. Kami berdua sudah sama-sama bekerja dan sudah mulai menabung. Tetapi uang yang cukup kami kumpulkan, ternyata tidak menjadi satu faktor utama untuk kami melaksanakan ibadah umrah dari Amerika Serikat.
Mengapa? Karna istri saya bukan warga negara AS dan itu menyulitkan perjalanan kami. Istri saya memang mendapatkan izin melalui imigrasi dengan kartu penduduk, tetapi tetap beresiko untuk melakukan perjalanan keluar. Ditambah lagi Presiden Trump baru saja mengumumkan rencana larangan muslim keluar masuk negara.
Kami kesulitan untuk berpergian. Dan begitu saja setiap kali kami mencoba untuk pergi. Kendala terus saja muncul dan rencana kami terus berantakan.
Niat adalah Segalanya
Alasan nomor satu kami untuk pergi umrah adalah untuk menyenangkan Allah SWT. Lebih dekat dengannya, dan untuk meningkatkan iman kami. Banyak teman dan anggota keluarga berasumsi bahwa kami akan pergi umrah dengan harapan dikaruniai seorang anak.
Dalam perjalanan ini, kami ingin menemukan kekuatan untuk menemukan bimbingan dan kejelasan. Jika Allah SWT memilih untuk tidak memberi kami seorang anak, kami berdoa agar dia meningkatkan kesabaran dan keberanian kami untuk menghadapi kenyataan. Dan jika Allah SWT memilih untuk memberi kami anak, kami berdoa agar Allah SWT memberi kami kemampuan untuk menjadi seorang muslim beriman yang kuat, yang akan membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik.
Niat kami begitu besar. Tujuan utama kami adalah menyenangkan Allah SWT. Untuk mendedikasikan masa muda kami, tabungan kami, dan kesejahteraan kami untuk beribadah kepada Allah SWT.
Membeli rumah, berkeliling dunia, dan membesarkan anak adalah hal-hal yang luar biasa. Tetapi kami ingin memprioritaskan cinta kami kepada Allah SWT sebelum cinta kami pada hal yang lain. Niat kami adalah untuk menemukan Allah SWT. Untuk menemukan jalan kembali ke diri sejati kami sebagai hamba Allah SWT.
Niat baik adalah langkah pertama dan terpenting. Jika kami berniat, berdoa, dan bekerja, maka ketahuilah bahwa Allah SWT akan mewujudkannya.
Kami Menunggu Dengan Sabar Sampai Allah SWT Menjawabnya
Lima bulan sebelum perjalanan umrah, istri saya mengalami keguguran kandungan. Kehilangan ini memilukan, dan sangat menyakitkan. Kami terluka, berduka, dan mati-matian mencari kelegaan. Kami berharap perjalanan kami nanti memberi kami kesembuhan yang kami butuhkan.
Pada April 2019 alhamdulilah akhirnya Allah SWT mengizinkan kami melakukan perjalanan indah ke Mekkah. Kami akhirnya diterima di Rumah Allah SWT. Sungguh indah bahwa Allah SWT menganugerahi kami pada waktu yang khusus ini setelah melewati masa-masa yang sulit.
Perjalanan kita
Kami sama-sama memiliki cerita menarik ketika di bandara. Kami terbiasa melewati interogasi ekstensif, pemeriksaan keamanan ekstra, atau barang bawaan kami dibongkar dan dibalik. Kami berdua telah melihat banyak hal selama bertahun-tahun, di berbagai bandara internasional.
Seperti biasa kami mengharapkan tidak ada hal-hal yang rumit. Kami mengharapkan kemudahan saat melewati bea cukai, dan menjawab pertanyaan di imigrasi. Selama bertahun-tahun kami berpergian ke luar negeri. Sangat banyak kasus di mana kami mengalami praktik keamanan yang dipicu oleh islamophobia.
Tapi subahanallah perjalanan kali ini berbeda.
Baca juga: Biaya Umroh 2023/2024 Rp 20 Jutaan Info Jadwal dan Paket
Dalam perjalanan ini tidak ada kerepotan, tidak ada intimidasi, dan tidak ada pertanyaan yang aneh. Untuk pertama kalinya kami tidak merasa didiskriminasi di bandara.
Saya tidak tahu apakah itu karena visa kami, atau karena penerbangan yang kami ambil. Saya bersumpah demi Allah SWT itu adalah penerbangan yang tenang dan tanpa beban, dari New York ke Jordan dan dari Jordan ke Saudi.
Untuk mengisi waktu selama tujuh jam penerbangan kami ke Yordania, kami membaca Al-Quran. Dengan melakukan itu kami menemukan hubungan yang lebih dalam dengan Allah SWT.
Saya sangat menyarankan agar Anda membaca Al- Quran selama perjalanan ke Mekkah. Itu membuat dunia berbeda.Ketika akhirnya keinginan kami tercapai, dan kami sampai di Masjidil Haram dan lalu Masjid Nabawi. Saya merasakan hubungan yang lebih kuat dengan segalanya. Saya benar-benar merasa seperti berada di rumah Nabi Muhammad SAW saat beliau masih hidup.
Saya berdiri di atas tanah tempat beliau pernah berdiri, Menapaki jalan yang pernah dilaluinya, dan merasakan perjalanan bagian dari hidupnya. Itu yang paling dekat yang pernah saya rasakan dengan istri saya. Dan membaca sholawat menambah keindahan dari semuanya.
Tawaf & Sa’i
Sebelum tawaf, kami mempersiapkan diri untuk membangun ketahanan fisik. Menyelesaikan semua putaran mengelilingi Ka’bah membutuhkan waktu lebih dari satu jam. Dan kami tidak terbiasa berjalan selama itu, kami mungkin akan lelah. Beberapa minggu sebelum perjalanan, Kami mulai berkeliling kota setidaknya selama satu jam, hanya untuk mempersiapkan fisik.
Umrah dan haji sama-sama merupakan perjalanan spiritual yang membutuhkan ketahanan fisik. Meskipun umrah tidak seintens haji, tetapi ibadah umrah tetap membutuhkan kekuatan dan kemauan keras untuk menyelesaikannya. Tawaf sejauh ini merupakan bagian favorit kami dari umrah. Istri saya dan saya kembali beberapa kali melakukan tawaf setelah ziarah kami selesai. Itu memberi kami begitu banyak ketenangan dan kegembiraan.
Namun ada satu hal yang saya sesalkan. Perjalanan umrah ini, saya sangat ingin menyentuh dan mencium Hajar Aswad. Melakukannya memanglah sunnah, namun sangat di sayangkan jika saya tidak menyentuhnya dalam kesempatan umrah kali ini.
Saya mencoba melewati kerumunan, beberapa kali mendorong dan menarik orang yang berada di depan, hingga memicu perkelahian kecil yang memalukan. Saya butuh beberapa saat untuk menenangkan diri dan menemukan ketenangan. Memang tidak mudah untuk menyentuh batu yang berasal dari surga itu. Mungkin bukan saatnya untuk saya. Namun untuk bisa sampai di Kota Suci ini, dan bisa melaksanakan tawaf. Sudah menjadi perjalanan yang harus saya syukuri.
Sa’i (Safa & Marwah)
Bagian fisik intens kedua umrah adalah sa’i. Saya harus menyelesaikan tujuh putaran lari (berjalan untuk wanita) bolak-balik dari Gunung Safa ke Gunung Marwah.
Sungguh suatu kehormatan bisa menyelesaikan rukun umrah kelima ini. Meskipun terasa sulit, tetapi pada akhirnya saya dan istri menemukan kepuasan yang luar biasa.
Mengetahui bahwa kami berhasil menyelesaikan umrah kami. Dan doa kami, untuk menunaikan ibadah ini dikabulkan. Sungguh saat itu kami merasa berada pada puncak dunia.
Kata-kata tidak dapat menggambarkan betapa menakjubkannya perjalanan ini. Kami berdoa: Semoga Allah SWT memberi kami kemampuan untuk segera melakukan haji. Sejak saat itu harapan kami adalah terus menjaga iman, dan semakin mempererat hubungan kepada Allah SWT.
👇Donwload Kisah Inspiratif menarik lainnya 👇